Senin, 02 Februari 2015

Herbal yang Bukan Sebatas Rebusan Jamu Tradisional

Dewasa ini, penggunaan tanaman untuk pengobatan dan pemeliharaan kesehatan memang mulai kembali menjadi tren di masyarakat. Penggunaan tanaman untuk pemeliharaan kesehatan dan pengobatan yang telah banyak digunakan sejak zaman nenek moyang ini kembali digalakkan setelah diketahui adanya efek samping obat-obatan kimia terhadap tubuh. 
Penggunaan tanaman sebagai obat ini dikenal sebagai obat herbal, yaitu obat yang diolah dari racikan tanaman, baik daun, bunga, buah, biji, kulit buah, kulit kayu, batang, akar, maupun umbi-umbiannya. 

Awalnya, obat herbal disajikan dengan merebus bagian-bagian dari tanaman obat sesuai dengan kebutuhan. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi dan gaya hidup masyarakat, obat herbal ini diproduksi dalam beragam bentuk untuk memudahkan konsumsi masyarakat, mulai dari bentuk cair, pills, kaplet, tablet, kapsul, dan ekstrak untuk diseduh. Dengan keragaman bentuk obat herbal, masyarakat bisa memilih obat sesuai dengan selera. 

Jika dilihat dari penggunaannya selama ini, obat herbal tidak hanya memiliki fungsi kuratif (pengobatan), tetapi juga berfungsi promotif (pemeliharaan kesehatan) dan preventif (pencegahan penyakit). Artinya, obat herbal sebenanya bukan semata rebusan jamu tradisinal, tetapi adalah ramuan kesehatan yang berperan multifungsi dalam mendukung pencapaian tingkat kesehatan masyarakat melalui fungsi-fungsi penggunaan dan kegunaannya. 

Fungsi promotif atau fungsi pemeliharaan dimaksudkan bahwa obat herbal berfungsi untuk memelihara tubuh agar tetap sehat dan bugar. Konsumsi temulawak misalnya, tidak hanya digunakan untuk pengobatan, tetapi untuk memelihara kebugaran dan daya tahan tubuh. Minum air rebusan atau ekstrak jahe misalnya juga tidak hanya dikonsumsi saat tengah batuk pilek. Mengonsumsi jahe hangat yang dicampur dengan madu atau gula aren atau gula siwalan, akan memberi efek segar pada tubuh, memelihara pencernaan, dan menambah semangat untuk beraktivitas. Rasa manis madu dan gula jawa akan meningkatkan produksi haemoglobine (sel darah merah) sehingga aliran oksigen ke seluruh tubuh menjadi semakin lancar. Ini tentunya juga mendukung manfaat yang diberikan oleh kandungan Jahe yang juga berfungsi melancarkan peredaran darah. Demikian juga dengan konsumsi tanaman herbal lain semacam kunyit asam bagi kaum perempuan, juga membantu memelihara kesehatan organ reproduksi dan kesehatan kulit. 

Fungsi preventif atau fungsi pencegahan, artinya bahwa konsumsi obat herbal, apapun bentuknya, baik kpsul, rebusan, ekstrak, maupun pill dan kaplet, semuanya memiliki fungsi untuk mencegah penyakit agar tidak mudah menyerang kita. Sebagai contoh, penggunaan rebusan daun sirih untuk mandi, akan membantu kita mencegah penyakit gatal-gatal pada kulit. Daun Nggorang yang banyak dikenal masyarakat Flores untuk mengobati gatal-gatal dan benjolan-benjolan pada permukaan kulit, bisa mencegah penyakit kanker karena memiliki kandungan antioksidan yang tinggi dan bersifat antiinflamasi dan antikarsinogen. 

Fungsi kuratif atau mengobati, artinya obat herbal berfungsi untuk mengobati penyakit yang sudah menyerang tubuh. Sebagai contoh, perasan umbi kencur akan mengobati gatal-gatal pada tenggorokan dan memudahkan pengeluaran dahak saat terserang batuk pilek. Ekstrak maupun rebusan temulawak juga bisa mengobati gejala hepatitis B atau penyakit kuning. Ekstrak atau rebusan daun kumis kucing dan meniran dapat membantu mengobati kencing batu. Dan masih banyak contoh lainnya. 

Melihat fungsi obat herbal yang kondusif dalam memelihara kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit, maka ketiga fungsi obat herbal tersebut harus dioptimalkan untuk mendukung masyarakat Indonesia sehat. Optimalisasi ini tentunya tidak bisa dicapai begitu saja, karena Beberapa upaya yang dapat dilakukan di antaranya adalah: 

Pertama, Edukasi dan Sosialisasi 
Penyampaian tata cara dan tata guna obat herbal harus diberikan kepada masyarakat sebagai konsumen maupun sebagai produsen. Sebagai konsumen, masyarakat harus menyadari bahwa obat herbal tidak seperti obat kimia. Efek penyembuhannya tidak bisa secepat obat kimia. 
Edukasi dan sosialisasi produksi juga harus diberikan agar konsumen dan produsen memahami proses produksi obat herbal. Bagi masyarakat yang senang mengonsumsi ramuan obat herbal yang dikeringkan, proses pengeringan dan penyimpanan perlu diperhatikan, karena proses pengeringan yang tidak sempurna justru akan menimbulkan jamur pada ramuan, sehingga berdampak tidak baik bagi kesehatan. 

Kedua, Teladan atau Percontohan 
Masyarakat akan lebih mudah menerima penggunaan obat herbal ketika ada figur yang bisa dicontoh. Figur baik artis maupun tokoh masyarakat akan memudahkan masyarakat untuk mencontohnya. Seperti yang dirasakan oleh suami saat mengetahui bahwa ibu Menteri Kesehatan juga mengonsumsi temulawak untuk memelihara kesehatan, maka rasa bangga pun menyelinap dalam diri suami dan suami pun mempromosikan penggunaan temulawak untuk menjaga kesehatan kepada orang-orang di sekitarnya. 

Ketiga, Perlindungan Konsumen 
Perlindungan konsumen dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari ulah pabrikan dan distributor dari perilaku bersaing yang tidak sehat, sehingga pabrikan mengeluarkan obat herbal yang berbahan kimia obat. Perlindungan konsumen ini dapat dilakukan melalui perapian perijinan dan/legalitas pabrikasi dan distribusi. Posisi lembaga perlindungan konsumen yang terus menerus memantau suara konsumen pun menjadi penting dan krusial. 

Keempat, Perijinan/Legalitas Pabrikasi dan Distribusi 
Perijinan atau legalitas pabrikasi dan distribusi sangat membantu pemerintah untuk mengawasi tingkat ketersediaan dan keterjaminan obat herbal. Dengan demikian, obat herbal yang diproduksi dan didistribusikan kepada masyarakat adalah benar-benar obat herbal yang terjamin kandungan alamiahnya. Dan bukan obat herbal yang dikombinasi dengan bahan kimia obat. Sementara itu, bagi konsumen, perijinan atau legalitas pabrikasi dan distribusi ini akan menjamin keamanan dan keyakinan konsumsinya. 

Kelima, Kerjasama Pabrikan dengan Farmasis dan Dokter 
Nah, ini juga menjadi hal yang penting, bahwa pabrikan harus bekerjasama dengan farmasis dan dokter, karena farmasis dan dokter adalah pihak yang paling sering berhubungan dengan pasien yang membutuhkan obat. Jika pabrikan bekerjasama dengan farmasis dan dokter, maka obat herbal pun akan lebih cepat dikenal oleh masyarakat melalui pemberian resep yang diberikan oleh dokter kepada pasien. 
Kerjasama pabrikan dan dokter serta farmasis akan mempercepat sosialisasi dan komunikasi obat herbal kepada masyarakat. Sebagai contoh, penggunaan ekstrak daun binahong dapat disosialisasikan penggunaannya kepada masyarakat untuk proses penyembuhan luka dan pereda nyeri usai operasi bedah dapat dilakukan melalui kerjasama pabrikan dengan farmasis dan dokter. 

Melalui beberapa upaya tersebut, diharapkan penggunaan obat herbal yang tepat akan lebih mudah disosialisasikan dan dikomunikasikan kepada masyarakat. Dengan demikian, masyarakat akan bisa lebih mengetahui mana produk herbal yang benar-benar alami dan mana obat herbal yang dicampur dengan bahan kimia obat. Di mana pada akhirnya akan mengantarkan masyarakat untuk mencapai taraf hidup yang sehat jasmani dan rohani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar